30.11.08

Kepada seorang teman,

Senja datang menyapa langit,
jingga muncul sebagai jawaban.
Ketika air di hilir mulai beranjak ke hulu,
sudah waktunya petang menjelang.
Maghrib berkumandang.
Ucapkanlah salam perpisahan pada hari yang telah berlalu.
Bahkan malaikat-malaikat saja sudah berganti shift sejak Ashar.
Maka relakan apa yang telah pergi.
Sambutlah malam yang telah diciptakan Tuhan.
Sebuah renungan akan kehidupan.

Takdir itu bagaikan orkestra, dengan Tuhan sebagai komposer sekaligus konduktor,
serta Sang Waktu sebagai instrumennya,
Kita ini hanyalah penikmat pasif, sayang.
Menunggu kapan bas besar itu dibetot, menunggu kapan biola itu digesek,
menunggu melodi kesukaan kita berdua dimainkan.

O, dengarkan itu.
Mukadimah sudah dilantunkan.
Tunggu giliran.
Pasrahkan saja pada Sang Konduktor.
Hanya Dia yang tau kapan tepatnya melodi kita dimainkan.
Atau tidak jadi sama sekali, mungkin?
Kemungkinan selalu ada, bukan?
Toh saya belum pernah mendengar hard rock seperti itu dalam sebuah orkestra.
Oh, mungkin karena selama ini komposer yang saya tahu hanya Adie MS,
dan Erwin Gutawa?
Belum pernah saya sungguh-sungguh mengikuti orkestra yang Tuhan pimpin.
Maka, sayang, kita nikmati saja.






1 opinion(s):

Tiara a.k.a Qbow said...

ya ampun.
mata gw sakit baca puisi lw.

 
Header image by oPHy
Template by suckmylolly.com